Sebanyak 90 mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Medan Area (Faperta UMA) melakukan fieldtrip ke Desa Tuk Tuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, belum lama ini.
“Kegiatan ini merupakan praktik lapangan Fakultas Pertanian dalam menumbuhkan semangat kewirausahaan . D isamping itu, untuk lebih mengenal produk dalam negeri yang bersinergis dengan seni dan budaya,” ungkap Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kewirausahaan Ir. Asmah Indrawaty MP, kepada wartawan di Kampus UMA, Jalan Kolam, Medan Estate, Kamis (26/2).
Menurutnya, dipilihnya Tuk Tuk Siadong karena banyak terdapat sentra usaha seperti, kuliner, seni ukir dan sebagainya. Diharapkan setelah mengenal berbagai kerajinan putra daerah, bisa dikembangkan oleh mahasiswa Pertanian UMA.
“Tentunya dengan terlebih dahulu mengetahui cara berwirausaha yang efektif dan efesien serta mendapatkan nilai dan ilmu optimum di bidang pemasaran .
Karya seni ukir Simanindo sebutnya, sudah mendunia dan mewakili Indonesia. Berkisar 100 hasil seni ukir kurun waktu 3 bulan. Apalagi lokasi desa itu menggambarkan suasana asri dengan adat budaya Batak Toba.
“Bagi mahasiswa asal Batak Toba, kunjungan ini bisa memberikan nuansa tentang mencintai dan mengetahui sampai sejauh mana keberadaan budaya kampungnya. Dan tugas kita sebagai generasi penerus mengenalkan produk budaya sekaligus berperan untuk menjadikannya lebih terkenal dan diminati turis lokal dan mancanegara, “ ujarnya.
Jenis Ukiran
Humas UMA ini menyebutkan, tujuan fieldtrip sebagai sumber informasi mengenai bentuk kewirausahaan karya seni ukir di Simanindo. Selain itu juga untuk memenuhi komponen penilaian mata kuliah di Fakultas Pertanian.
Sementara manfaatnya lainnya, menambah pengetahuan tentang bagaimana berwirausaha karya seni ukir dan membuka wawasan tentang keberagaman budaya daerah yang perlu dilestarikan.
Usman Pardede salah satu pedagang ukiran kayu mengatakan, ungkap Asmah kerajinan seni ukur dibutuhkan dalam tradisi keagamaan dan adat istiadat. Jenis ukiran antara lain, tunggal panalum, tungkot malehat, guri-guri, kecapi.
Begitu juga bentuk patung yang ditempatkan di depan rumah sebagi penjaga menurut kepercayaan Suku Batak.Usaha kerajinan kayu menurut Pardede dimulai sejak 1988. Kayu yang digunakan berjenis timul atau mahoni.
“Pohon yang belum ditebang bisa dibeli seharga 1,5 hingga 3 juta/ton. Bentuk ukiran pertama digunakan masyarakat Batak adalah tongkat kayu multifungsi. Tongkat ini bernama Tukkot Si Sia Lagundi. Dipakai para raja dibuat dari kayu batak,”